Kebijakan Diskriminasi Dinas Komimfo menjadikan Beberapa Media Meradang. Menuntut Adanya Transparansi

masbam990
Img 20250511 Wa0000

Gedung Pemkab Bojonegoro, sementara Dinas Komimfo berada di lantai 3 (Dok Fhoto : Istimewa)

BOJONEGOROkoran-memo.com – Kontroversi kembali mencuat dan menjadi sorotan publik terkait ketidak transparan Komimfo dalam memberikan anggaran iklan dan publikasi. Hal tersebut dirasakan oleh beberapa media yang berpendapat ada perbedaan dalam memberikan layanan kebijakannya kepada media tertentu yang mampu berdekatan dengan pihak, disini yang mempunyai kewenangan adalah Dinas Komimfo sebagai salah satu alat untuk mengakomodir, fasilitator, mengkoordinir setiap media yang beredar di wilayah kerja kabupaten Bojonegoro.

Tentunya sangat dikawatirkan kebijakan yang terkesan tebang pilih ini malah akan menimbulkan polemik diantara media maupun secara personil sebagai awak media yang mempunyai tanggung jawab profesional yang sama di perusahaan medianya masing masing.

Kebijakan tebang pilih (Policy Discriminatif) itu sebenarnya pernah terjadi juga, dilakukan di era bupati lama dalam mengakomodir media. Jadi hal tersebut adalah lumrah di setiap pergantian kepemimpinan, kata salah satu awak media(NN) yang pernah menyampaikannya didalam komunikasi jejaring salah satu komunitas awak media. Dia menambahkan, Tentunya itu semua untuk kepentingan tertentu, salah satunya adalah dalam rangka pengamanan kebijakan yang laksanakan,agar, tidak selalu mendapatkan penilaian negatif news dan terkesan ada main mata diantara kedua belah pihak. katanya kepada koran-memo.com.

Diketahui dalam beberapa bulan terakhir ini, tanpa adanya transparansi anggaran dan data siapa saja media penerima, ada dugaan Diskomimfo hanya mengakomodir media yang punya relasi kedekatan saja. Menurut beberapa sumber informasi yang terhimpun.

Kebijakan tersebut dinilai tidak berdasarkan pada parameter dan ketentuan yang obyektif, salah satunya adalah jangkauan, kualitas berita dan segmentasi pembaca yang masih belum menjadi skala prioritas. Menurut pandangan salah satu pengamat dan juga pelaku media di Bojonegoro, mengatakan, bahwa, bila situasi ini terus berlanjut, media hanya dijadikan alat untuk membangun citra, asumsi, opini maupun persepsi masyarakat yang berhak menerima berita yang faktual terabaikan dan semakin menguatkan adanya dugaan anggaran publikasi bukan digunakan untuk mendorong adanya keterbukaan publik yang sangat membutuhkan informasi berdasarkan fakta yang mempunyai validitas dan berkualitas dilapangan menjadi kabur. Kemitraan strategis yang dibangun antara media dan Pemerintah Daerah Bojonegoro menjadikan media hanya sebagai alat meredam kritik, propaganda dan pencitraan semata.

Peran wartawan sangatlah penting, karena media yang ada berfungsi sebagai corong masyarakat, agar, mereka mengetahui apa saja yang telah dikerjakan oleh para pemangku kebijakan, disini eksekutornya adalah pemerintah daerah Bojonegoro.

Pengamat yang tak mau disebutkan namanya yang di temui awak media ini di salah satu coffe shop, mengatakan,” Pemerintah Daerah perlu untuk merangkul mereka semua tidak tebang pilih dalam bermitra dengan wartawan dan perlu diingat, wartawan itu adalah sahabat semua orang.”

Tegasnya.(10/05/2025). dan yang masih menjadikan sebuah pertanyaan, spesifikasi atau kriteria seperti apa yang bisa menjalin kerja sama dengan DisKomimfo,

“Apakah yang dapat bekerjasama itu hanya media yang sudah terverifikasi dewan pers atau personal (wartawan) yang membawa medianya yang sudah kompetensi, atau bagaimana,” Tukasnya.

Kondisi tersebut menimbulkan munculnya sejumlah aktivis transparansi dan jurnalis lokal mendorong agar dilakukan adanya audit indenpenden terhadap anggaran belanja publikasi media pemerintah daerah yang pengelolaannya di Diskomimfo, serta mendesak adanya transparansi daftar para penerima iklan, besaran anggaran dan mekanisme seleksi untuk kerjasama yang dilakukan. (BAW/RED)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *